19 Agustus 1945, dua hari setelah Kemerdekaan Indonesia, Ibu Pertiwi Indonesia melahirkan 8 (delapan) Provinsi Pertama yaitu, Sumatera, Borneo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Celebes, Sunda Kecil, dan Maluku. Prinsip pembagian wilayah-wilayah negara atas Provinsi-Provinsi adalah “Prinsip Gubernadi”, suatu prinsip yang berasal dari Hukum Romawi yang merujuk pada peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah-daerah oleh Pemerintah Provinsi.
Dasar Hukum dari Prinsip Gubernadi ini, dianut pada konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 18, Pasal II Aturan Peralihan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 02 Tahun 1945, serta Pengumuman Pemerintah, yang tercantum dalam Berita Negara Indonesia Tahun II Nomor 7, Halaman 48, Kolom 2.
8 (Delapan) Provinsi Pertama ini masing-masing dipimpin oleh:
- Mr. Teuku Muhammad Hassan (Gubernur Sumatera)
- Ir. Pangeran Muh. Noor (Gubernur Borneo)
- Sutarjo Kartohadikusuma (Gubernur Jawa Barat)
- R. P. Suroto (Gubernur Jawa Tengah)
- R. M. T. A. Sutyo (Gubernur Jawa Timur)
- Dr. G. S. S. J. Ratulangi (Gubernur Celebes)
- Mr. I. Gusti Ketut Pudja (Gubernur Sunda Kecil)
- Mr. Johanes Latuharhary (Gubernur Maluku)
Kelahiran 8 ( delapan ) Provinsi Pertama dua hari setelah lahirnya Negara Indonesia, telah ditanggapi oleh Generasi Penerus di daerah ini menjadi komitmen masyarakat Maluku sebagai wujud nyata hati nurani rakyat untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 13 Tahun 2005 tentang Penetapan Tanggal 19 Agustus 2005 sebagai Hari Ulang Tahun Pertama Provinsi Maluku dalam usianya yang ke – 60.
Pada periode kepemimpinan pemerintahan Gubernur Mr. J. Latuharhary di Provinsi Maluku ( 1945 – 1955 ), merupakan periode yang penuh dengan tantangan politik “ devide et impera “ Belanda. Akibatnya, Johanes Latuharhary menjalankan Pemerintahan Provinsi Maluku dari luar daerah, sampai dengan tanggal 12 Desember 1950. Dalam tenggang waktu tersebut ternyata Daerah Maluku telah didarati dan diduduki oleh tentara Australia yang kemudian menyerahkannya dan dijajah kembali oleh Pemerintah Belanda.
Dengan demikian secara de facto Mr. J. Latuharhary memulai pemerintahannya di Ambon–Maluku pada tanggal 12 Desember 1950. Untuk segera memutar roda pemerintahannya, Gubernur Maluku Mr. J. Latuharhary membentuk staf pembantunya dan mengangkat pegawai untuk mengisi formasi pada Kantor Gubernur.
Pada masa kepemimpinan pemerintahan Gubernur Maluku Mr. J. Latuharhary juga telah meletakan dasar – dasar pemerintahan di Provinsi Maluku diantaranya dengan membagi wilayah Provinsi Maluku menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu Maluku Utara, Maluku Tengah dan Maluku Tenggara. Pembagian wilayah tersebut sekaligus untuk melenyapkan hambatan psikologis yaitu adanya nama “Maluku Selatan”. Gubernur Maluku, Mr. J. Latuharhary juga melakukan pembangunan Maluku dalam pelbagai bidang yang terkenal dengan Crash – Program yang menjadi pedoman pembangunan Maluku.
Pada akhir Tahun 1954, kabinet mengambil keputusan untuk menarik kembali Mr. J. Latuharhary, dan memperbantukannya pada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Periode kepemimpinan pemerintahan di Maluku kemudian dilanjutkan oleh M. Josan (1955 – 1960) dan Muhammad Padang (1960 – 1965), periode ini lebih dikenal sebagai periode Orde Lama. Pemerintahan kedua Gubernur ini berlangsung dalam masa perubahan ketatanegaraan yaitu Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan RI melalui Undang – undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Berdasarkan pasal 131 Undang – undang Dasar Sementara 1950 diundangkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok – Pokok Pemerintahan Daerah. Seiring dengan berlakunya Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1957, dibentuk Daerah Swantantra Tingkat I Maluku sebagai Daerah Otonom dengan Undang – Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957, yang kemudian ditetapkan sebagai Undang – undang Definitif dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 1958. Sebagai Daerah Otonom, Daerah Swantantra Tingkat I Maluku terdiri dari 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) Kotamadya.
Periode ketiga lebih dikenal sebagai Periode Orde Baru. Pada periode ini ada Trio Pemerintahan Bersambung antara Latumahina (1965 – 1968), Soemitro (1968 – 1973), Soemeroe (1973 – 1976), juga duet pemerintahan Hasan Slamet – Drs. G. A. Engko (1976 – 1981), duet Sebastian Soekoso – Drs. M. Akib Latuconsina (1987 – 1992), dan duet Pemerintahan Drs. M. Akib Latuconsina – Soeranto (1992 – 1997), tiga hal yang menonjol dari Periode ketiga ini :
- Konsep Pembangunan Daerah yang Berencana ;
- Otonomi Percontohan ;
- Konsep Pembangunan Laut Pulau dan Gugus Pulau.
Periode Keempat dikenal sebagai Periode Reformasi. Pada Periode ini ada Kwartet Pemerintahan Saleh Latuconsina – Drs. S. Akyuwen – Dra. Paula B. Renyaan Tahun (1997 – 2002), bersambung dengan Sinyo Harry Sarundajang Tahun (2002 – 2003). Beberapa hal yang menonjol dari Periode ini adalah :
- Penyusunan Konsep Pergantian Sistem Pemerintahan Daerah dari UU Nomor 5 Tahun 1974 ke UU Nomor 22 Tahun 1999;
- Penandatangan MoU antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan Universitas Pattimura, Mei 1998, dalam rangka Refungsional Sistem Pemerintahan Daerah;
- “guut rilesionsyip” diantara kuartet periode ini dan; Periode kwartet tersebut kemudian melewati masa dimana Provinsi Maluku mengalami konflik horizontal yang memporakporandakan Daerah ini, tepatnya pada awal Tahun 1999. Namun kemudian dengan berbagai upaya yang didukung oleh Pemerintah Pusat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan terutama keinginan masyarakat Maluku untuk hidup bersama secara damai, maka konflik tersebut dapat diselesaikan pada Tahun 2006 yang ditandai dengan dicabutnya Status Darurat Sipil menjadi Tertib Sipil.
Momen ini terjadi setelah masa kepemimpinan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan Wakil Gubernur Maluku Muhammad Abdullah Latuconsina (2003-2008). Pada periode kepemimpinan duet ini, Provinsi Maluku memasuki tahapan :
- Pemulihan Stabilitas Keamanan dan Ekonomi Rakyat;
- Penciptaan Daya Saing yang Berkelanjutan;
Dengan direvisinya berbagai regulasi mengenai Pemilu, maka pada Tahun 2008 dilaksanakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku secara langsung yang kemudiaan menetapkan Karel Albert Ralahalu dan Said Assagaff sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Periode 2008-2013. Visi dari keduanya adalah : “Membangun Maluku yang sejahtera, rukun, religius dan berkualitas dijiwai semangat siwalima berbasis kepulauan secara berkelanjutan”.
Dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak awal kepemimpinannya, berbagai langkah konkrit telah dilakukan oleh duet Karel Albert Ralahalu dan Said Assagaff dalam rangka membangun Maluku yang berkualitas. Diantaranya bersama-sama dengan 6 (enam) provinsi lainnya yang tergabung dalam Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan memperjuangkan adanya perlakuan khusus dari Pemerintah terhadap Provinsi yang berkarateristik kepulauan.
Disamping itu, berbagai event berskala nasional maupun internasional juga berlangsung di Bumi Pela Gandong ini, seperti Puncak Perayaan Hari Perdamaian Dunia yang ditandai dengan Pencanangan Situs Gong Perdamaian Dunia di Kota Ambon oleh Presiden Republik Indonesia, serta Mega Event Sail Banda 2010 yang merupakan moment pencitraan Maluku yang sejahtera, rukun, religious dan berkualitas di mata dunia dengan melibatkan seluruh masyarakat yang rangkaian kegiatannya tersebar diseluruh kabupaten/kota di provinsi Maluku.
Senyuman kebanggaan dan harapan besar patut ditebarkan apabila melihat berbagai prestasi dan kemajuan telah dialami Provinsi Maluku sejak berdirinya/terbentuknya pada Tahun 1945 sampai saat ini Tahun 2010. Prestasi dan kemajuan tersebut bukanlah semata-mata karena perjuangan dari Para Pimpinan Daerah ini, namun juga merupakan buah tangan dari Para Pendahulu Kita (Founding Father) daerah ini dan kita disaat ini. Untuk itu, marilah kita bersama-sama dengan kemajemukan masyarakat Maluku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Kita bangun negeri ini menjadi lebih baik dan bermartabat, serta siap menjawab tantangan perubahan peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar