Sabtu, 16 Juli 2011

Sejarah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukotakan Kendari.
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan dan 120°45' - 124°30' Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² (3.814.000 ha) dan perairan (laut) seluas 110.000 km² (11.000.000 ha).

Sulawesi Tenggara
—  Provinsi  —
Lambang Sulawesi Tenggara
Lambang
Peta lokasi Sulawesi Tenggara
Negara  Indonesia
Hari jadi 22 September 1964
Dasar hukum UU 13/1964
Ibu kota Kendari
Koordinat 6º 30' - 2º 30' LS
120º 30' - 124º 50' BT
Pemerintahan
 - Gubernur Nur Alam, SE
 - DAU Rp. 700.836.557.000,- (2011)[1]
Luas
 - Total 38.140 km2
Populasi (2010)[2]
 - Total 2.230.569
 Kepadatan 58,5/km²
Demografi
 - Suku bangsa Buton (23%), Bugis (19%), Tolaki (16%), Muna (15%)
 - Agama Islam, Kristen, Hindu
 - Bahasa Bahasa Indonesia
Zona waktu WITA
Kabupaten 10
Kota 2
Kecamatan 104
Desa/kelurahan 1.529
Lagu daerah Peia Tawa-tawa
Situs web www.sultraprov.go.id

Sejarah

Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dengan Bau-bau sebagai ibukota kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasar Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4 (empat) kabupaten, yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton dengan Bau-bau sebagai ibukota provinsi. Namun, karena suatu hal ibukota provinsi berganti menjadi di Kendari. Setelah pemekaran, Sulawesi Tenggara mempunyai 10 kabupaten dan 2 kota.

[sunting] Demografi

Pada tahun 1990 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 1.349.619 jiwa. Kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 1.776.292 jiwa dan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah sejumlah 1.959.414 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara selama tahun 1990-2000 adalah 2,79% per tahun dan tahun 2004-2005 menjadi 0,02%.[rujukan?] Laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten selama kurun waktu 2004-2005 hanya kota Kendari dan Kabupaten Muna yang menunjukan pertumbuhan yang positif, yaitu 0,03 % dan 0,02 % per tahun, sedangkan kabupaten yang lain menunjukkan pertumbuhan negatif.
Struktur umur penduduk Sulawesi Tenggara pada tahun 2005, penduduk usia di bawah 15 tahun 700.433 jiwa (35,75%) dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan mencapai 984.987 jiwa (20.27%) dan penduduk laki-laki mencapai 974.427 jiwa (49,73%).

[sunting] Perekonomian

Beberapa komoditi unggulan Sulawesi Tenggara, antara lain:
  1. Pertanian, meliputi: kakao, kacang mede, kelapa, cengkeh, kopi, pinang lada dan vanili
  2. Kehutanan, meliputi: kayu gelondongan dan kayu gergajian
  3. Perikanan, meliputi: perikanan darat dan perikanan laut
  4. Peternakan, meliputi: sapi, kerbau dan kambing
  5. Pertambangan, meliputi: aspal, nikel, emas, marmer, batu setengah permata, onix, batu gamping dan tanah liat
  6. Pariwisata, meliputi:

[sunting] Pemerintahan

[sunting] Kabupaten dan kota

No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Bombana Rumbia
2 Kabupaten Buton Bau-Bau
3 Kabupaten Buton Utara Buranga
4 Kabupaten Kolaka Kolaka
5 Kabupaten Kolaka Utara Lasusua
6 Kabupaten Konawe Unaaha
7 Kabupaten Konawe Selatan Andolo
8 Kabupaten Konawe Utara Wanggudu
9 Kabupaten Muna Raha
10 Kabupaten Wakatobi Wangi-Wangi
11 Kota Bau-Bau -
12 Kota Kendari -

[sunting] Daftar gubernur

No. Foto Nama Dari Sampai Keterangan
1. Jwayong.gif J. Wayong 1964 1965  
2. LHadi.gif Laode Hadi 1965 1967  
3. Edysabara.gif Eddy Sabara 1967 1978  
4. ASilondae.gif H. Abdullah Silondae 1978 1981  
5. Edysabara.gif Eddy Sabara 1981 1982 Pejabat Gubernur
6. Alala.gif Ir. H. Alala 1982 1992  
7. Kaemoedin.gif Drs. Laode Kaimuddin 1992 2002  
8. Ali-mazi.jpg Ali Mazi, SH 2002 2008  
9. Nur alam.jpg Nur Alam 2008 2013  

[sunting] Perwakilan di Jakarta

[sunting] Anggota DPR dari Provinsi Sulawesi Tenggara

  • Andi Rahmat (Fraksi Partai Demokrat)
  • Yan Hendrizal (Ffraksi Partai Keadilan Sejahtera)
  • Wa Ode Nurhayati (Partai Amanat Nasional)
  • Umar Arsal Al Habsy (Partai Demokrat)
  • Oheo Sinapoy (Partai Golkar)

[sunting] Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Tenggara

  • La Ode Ida
  • Drs. Kamaruddin MBA
  • Abd. Jabbar Toba
  • Abidi Mustafa

Sejarah Provinsi Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukotakan Palu.
Sulawesi Tengah
—  Provinsi  —
Lambang Sulawesi Tengah
Lambang
Peta lokasi Sulawesi Tengah
Negara  Indonesia
Hari jadi 13 April 1964 (hari jadi)
Dasar hukum UU No. 13/1964
Ibu kota Palu
Koordinat 3º 30' LS - 1º 50' LU
119º 0' - 124º 20' BT
Pemerintahan
 - Gubernur Drs. H. Longki Djanggola, M.Si[1]
 - Wakil Gubernur Sudarto
 - Sekretaris Daerah Drs. Rais Lamangkona, MT
 - DAU Rp. 743.161.759.000,- (2011)[2]
Luas
 - Total 68.089,83 km2
Populasi (2010)[3]
 - Total 2.633.420
 Kepadatan 38,7/km²
Demografi
 - Suku bangsa Kaili (20%), Bugis (14%)
 - Agama Islam (76.6%), Protestan (17.3%), Katolik (3.2%), Hindu (2.7%), Budha (0.16%)
 - Bahasa Bahasa Indonesia, Pamona, Mori, Kaili dan lain-lain
Zona waktu WITA
Kabupaten 9
Kota 1
Kecamatan 79
Desa/kelurahan 1.423
Lagu daerah Tananggu Kaili, Tondok Kadadingku, Rano Poso, Wita Mori
Situs web www.sulteng.go.id

Sejarah

Wilayah provinsi Sulawesi Tengah sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 kerajaan di bawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
  1. Poso Lage di Poso
  2. Lore di Wianga
  3. Tojo di Ampana
  4. Pulau Una-una di Una-una
  5. Bungku di Bungku
  6. Mori di Kolonodale
  7. Banggai di Luwuk
  8. Parigi di Parigi
  9. Moutong di Tinombo
  10. Tawaeli di Tawaeli
  11. Banawa di Donggala
  12. Palu di Palu
  13. Sigi/Dolo di Biromaru
  14. Kulawi di Kulawi
  15. Tolitoli di Tolitoli
Dalam perkembangannya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga) bagian, yakni:
  1. Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi.
  2. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
  3. Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Propinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya tanggal pembentukan tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Kini berdasarkan pemekaran wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 10 daerah, yaitu 9 kabupaten dan 1 kota.
Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, diantaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi obyek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu.
Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi obyek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis.
Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.

[sunting] Pemerintahan

[sunting] Kabupaten dan Kota

No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Banggai Luwuk
2 Kabupaten Banggai Kepulauan Banggai
3 Kabupaten Buol Buol
4 Kabupaten Donggala Donggala
5 Kabupaten Morowali Bungku
6 Kabupaten Parigi Moutong Parigi
7 Kabupaten Poso Poso
8 Kabupaten Tojo Una-Una Ampana
9 Kabupaten Toli-Toli Toli-Toli
10 Kabupaten Sigi Sigi Biromaru
11 Kota Palu -

[sunting] Daftar gubernur

No. Foto Nama Dari Sampai Keterangan
1.
Anwar Gelar Datuk Madjo Basa Nan Kuning 13 April 1964 13 April 1968  
2.
Kol. Mohammad Yasin 13 April 1968 April 1973  
3.
Brigjen Albertus Maruli Tambunan April 1973 28 September 1978  
4.
Brigjen Moenafri, SH 28 September 1978 22 Oktober 1979  
5.
Kol. R. H. Eddy Djadjang Djajaatmadja 22 Oktober 1979 22 Oktober 1980  
6.
Mayjen H. Eddy Sabara November 1980 Februari 1981 Pejabat Gubernur
7.
Drs. H. Ghalib Lasahido 19 Desember 1981 Februari 1986  
8.
Abdul Aziz Lamadjido, SH Februari 1986 16 Februari 1996  
9. Paliudju.JPG Mayjen TNI (Purn). H. Bandjela Paliudju 16 Februari 1996 20 Februari 2001 periode pertama
10. Aminuddin ponulele.jpg Prof. (Em) Drs. H. Aminuddin Ponulele, M.S. 20 Februari 2001 2006  
11.
Gumyadi 2006 24 Maret 2006 Penjabat Gubernur
12. Paliudju.JPG Mayjen TNI (Purn). H. Bandjela Paliudju 24 Maret 2006 17 Juni 2011 periode kedua
13.
Longki Djanggola 17 Juni 2011 sekarang

[sunting] Perwakilan di Jakarta

[sunting] Anggota DPR dari Provinsi Sulawesi Tengah

  1. Syarifuddin Sudding, SH. MH. dari Partai Hati Nurani Rakyat
  2. Ir. H. Rendy Lamadjido dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
  3. Akbar Zulfakar Sipanawa dari Partai Keadilan Sejahtera
  4. Murad U. Nasir dari Partai Golongan Karya
  5. Muhidin M. Said, SE. MBA. dari Partai Golongan Karya
  6. Verna Gladies Merry Inkiriwang dari Partai Demokrat

[sunting] Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Tengah

  • Nurmawati Dewi Bantilan, SE.
  • H. Sudarto, SH.
  • Ahmad Syaifullah Malonda, SH.
  • Shaleh Muhammad Aljufri, MA.

[sunting] Demografi

Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
  1. Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
  2. Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
  3. Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
  4. Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
  5. Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
  6. Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
  7. Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
  8. Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
  9. Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
  10. Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
  11. Etnis Bare'e berdiam di kabupaten Touna
  12. Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
  13. Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
  14. Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
  15. Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
  16. Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
  17. Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
  18. Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
  19. Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Disamping 13 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000 jiwa yang mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha. Tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.

[sunting] Budaya

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.

[sunting] Kesenian

Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.

[sunting] Agama

Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat 72.36% penduduknya memeluk agama Islam, 24.51% memeluk agama Kristen dan 3.13% memeluk agama Hindu serta Budha. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karamah, seorang ulama dari Sumatera Barat dan diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.
Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh missioner Belanda, A.C Cruyt dan Adrian.

[sunting] lklim

Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800 sampai 3.000 milimeter per tahun yang termasuk curah hujan terendah di Indonesia.
Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° Celsius untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' Celsius.

[sunting] Flora dan Fauna

Sulawesi merupakan zona perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, dimana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang terbentang di Asia dengan batas Kalimantan, juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor. Garis maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin. Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna merupakan obyek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.

[sunting] Senjata Tradisional

Senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah adalah Parang (Guma).

Sejarah Provinsi Sulawesi Utara

Sejarah

Provins Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada paling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian iaitu, Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Gabenor pertama Provinsi Sulawesi Utara-Tengah adalah MR. A.A. Baramuli dan Wakil Gabenor Latkol F.J. Tumbelaka. Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah adalah Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso dan Luwuk/Banggai. Pada tanggal 23 September 1964, di saat Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dengan menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daearh Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Sejak saat itu, secara de facto Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari Utara ke Selatan Barat Daya, dari Pulau Miangas ujung utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai Molosipat di bagian Barat Kabupaten Gorontalo.
Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadya, iaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo.
Selanjutnya seiring dengan Nuansa Reformasi dan Otonomi Daerah, maka telah dilakukan pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil pemekaran dari Provinsi [Sulawesi Utara malalui Undang-Undang No. 38 Tahun 2000. Pada tahun 2002 dan 2003 Provinsi Sulawesi Utara ketambahan Kabupaten Talaud berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2002 yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sangihe dan Talaud dan Undang-Undang Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2003 serta berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2003 terbentuk juga Kabupaten Minahasa Utara. Ketiga daerah tersebut adalah hasil pemekaran Kabupaten Minahasa. Akibat adanya pemekaran Provinsi Gorontalo dan ketambahan Kabupaten dan Kota, maka Provinsi Sulawesi Utara menjadi delapan wilayah administrasi Kabupaten/Kota, masing-masing :
  • Kabupaten Bolaang Mongondow
  • Kabupaten Minahasa
  • Kabupaten Sangihe
  • Kabupaten Talaud
  • Kabupaten Minahasa Selatan
  • Kabupaten Minahasa Utara
  • Kota Manado
  • Kota Bitung
  • Kota Tomohon

[sunting] Daerah-Daerah Dan Bandar-Bandar Di Sulawesi Utara

  1. Daerah Minahasa
  2. Daerah Minahasa Utara
  3. Daerah Minahasa Selatan
  4. Daerah Bolaang Mongondow
  5. Daerah Kepulauan Sangihe
  6. Daerah Kepulauan Talaud
  7. Bandar Manado
  8. Bandar Bitung
  9. Bandar Tomohon
Senarai provinsi di Indonesia Flag of Indonesia.svg
Jawa Kalimantan
Banten | DI Yogyakarta | Jakarta | Jawa Barat | Jawa Tengah | Jawa Timur Barat | Selatan | Tengah | Timur
Kepulauan Maluku dan Papua Nusa Tenggara
Maluku | Maluku Utara | Papua | Papua Barat Bali | Nusa Tenggara Barat | Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Sumatera
Gorontalo | Sulawesi Barat | Sulawesi Selatan | Sulawesi Tengah |
Sulawesi Tenggara | Sulawesi Utara
Bengkulu | Jambi | Kepulauan Bangka Belitung | Kepulauan Riau | Lampung | Nanggroe Aceh Darussalam | Riau | Sumatera Barat | Sumatera Selatan | Sumatera Utara

Sejarah Provinsi Gorontalo

Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya Gorontalo merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000.
Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 11.257,07 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 930,060 jiwa (berdasarkan data pemilihan gubernur tahun 2006), dengan tingkat kepadatan penduduk 83 jiwa/km². Penjabat Gubernur Gorontalo yang pertama adalah Drs. Tursandi Alwi yang dilantik pada peresmian Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001. Tanggal ini selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi Gorontalo hingga sekarang (2010).
Gorontalo
—  Provinsi  —
Lambang Gorontalo
Lambang
Motto: "Duluo Limo Lo Pohalaa" "Bumi Serambi Madinah"
Peta lokasi Gorontalo
Negara  Indonesia
Hari jadi 16 Februari 2001 (hari jadi)
Ibu kota Kota Gorontalo
Koordinat 0º 0' - 1º 30' LU
120º 50' - 123º 50' BT
Pemerintahan
 - Gubernur Dr. Ir. Gusnar Ismail, M.M.
 - DAU Rp. 461.118.102.000,- (2011)[1]
Luas
 - Total 11.257,07 km2
Populasi (2010)[2]
 - Total 1.038.585
 Kepadatan 92,3/km²
Demografi
 - Suku bangsa Gorontalo (90%) , Mongondow
 - Agama Islam (92%), Kristen, Animisme.
 - Bahasa bahasa Gorontalo, bahasa Indonesia
Zona waktu WITA
Kabupaten 5
Kota 1
Lagu daerah Hulonthalo Lipuu
Situs web www.gorontaloprov.go.id

Letak Geografis

Provinsi Gorontalo terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0,19’ – 1,15‘ LU dan 121,23’ –123,43’ BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit oleh 2 perairan (Teluk Tomini di selatan dan Laut Sulawesi di utara) dan 2 KAPET (Kawasan Ekonomi Tepadu), yaitu: KAPET Bitui, Sulawesi Tengah dan KAPET Bitung, Sulawesi Utara.

[sunting] Batas Wilayah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo[3], batas wilayah Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut:

[sunting] Pemerintahan

[sunting] Kabupaten dan Kota

Provinsi Gorontalo pada awal berdirinya hanya terdiri dari 2 kabupaten dan 1 kota. Namun, setelah adanya pemekaran, Provinsi Gorontalo kini terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, yaitu sebagai berikut:
Kabupaten/Kota Ibukota Dasar Hukum Luas (km2) Persentase
Kabupaten Boalemo[4] Tilamuta UU No.50 Tahun 1999 2.248,24 18,40%
Kabupaten Bone Bolango[5] Suwawa UU No.6 Tahun 2003 1.984,40 16,25%
Kabupaten Gorontalo[4] Limboto UU No.29 Tahun 1959 3.426,98 28,05%
Kabupaten Gorontalo Utara[5] Kwandang UU No.11 Tahun 2007 1.230,07 10,04%
Kabupaten Pohuwato[6] Marisa UU No.6 Tahun 2003 4.491,03 36,77%
Kota Gorontalo[4] - UU No.38 Tahun 2000 64,79 0,53%

[sunting] Kecamatan dan Desa/Kelurahan

Provinsi Gorontalo memiliki 65 kecamatan dan 557 desa/kelurahan yang tersebar di semua kabupaten/kota sebagai berikut.
Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan
Kabupaten Boalemo 7 82
Kabupaten Bone Bolango 17 136
Kabupaten Gorontalo 17 164
Kabupaten Gorontalo Utara 5 56
Kabupaten Pohuwato 13 90
Kota Gorontalo 6 49

[sunting] Daftar Gubernur

No. Foto Nama Dari Sampai Keterangan
1.
Tursandi Alwi (Pejabat Gubernur) 16 Februari 2001 12 September 2001 Dilantik oleh Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja
2. Fadel-muhammad.jpg Fadel Muhammad 12 September 2001 17 Januari 2007 Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MM
adalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2001-2006
3. Fadel-muhammad.jpg Fadel Muhammad 17 Januari 2007 21 Oktober 2009 Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MM
adalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2007-2012. Ini merupakan periode ke-2 pasangan ini.
4.
Ir. Gusnar Ismail, M.M. 26 Oktober 2009 2012 Diangkat menjadi gubernur karena
Fadel Muhammad diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI.

[sunting] Arti Lambang Daerah[7]

[sunting] Arti Simbol

  • Model pohon kelapa yang melengkung: gerak dinamis dan tidak diam, tetapi selalu berbuat untuk masa depan.
  • Sayap maleo yang mengembang: dinamika siap untuk tinggal landas dan siap bersaing serta berjumlah 16 helai menandakan tanggal kelahiran Provinsi Gorontalo (16 Februari 2000).
  • Buku yang terbuka: keinginan masyarakat untuk untuk siap meraih prestasi dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Iman dan Taqwa secara terus menerus.
  • Bintang: cita-cita yang tinggi dan lambang keagamaan.
  • Pita: keinginan masyrakat Gorontalo untuk menyerap, merekam, dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Padi dan Kapas: kemakmuran dan kesejahteraan (seperti pada Pancasila).
  • Rantai: pengakuan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika serta berjumlah 23 butir melambangkan tanggal 23 Januari.
  • Kapas yang berjumlah 19 buah dan padi berjumlah 42 butir melambangkan tahun 1942.

[sunting] Arti Warna

  • Biru keunguan: tenang, setia, dan selalu ingin mempertahankan kebenaran dan harapan masa depan yang cerah.
  • Hijau: kesuburan.
  • Kuning: keagungan dan kemuliaan.
  • Putih: kesucian dan keluhuran.
  • Merah: keberanian dan perjuangan.

[sunting] Bahasa daerah

Sebenarnya ada banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa, yaitu bahasa Gorontalo, bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Dalam proses lahirnya bahasa yang ada khusus untuk bahasa daerah adalah bahasa Gorontalo. Saat ini bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh di Gorontalo.

[sunting] Media

[sunting] Media cetak

Hingga saat ini ada 2 buah harian/surat kabar yang terbit di Gorontalo, yaitu Gorontalo Post dan Tribun Gorontalo. Beberapa waktu lalu sempat juga terbit Limboto Express, media milik Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang kemudian sudah tidak terbit lagi. Selain itu juga pernah terbit Koran Gorontalo yang juga tidak berumur panjang.

[sunting] Rumah adat

Dulohupa.jpg
  • Bandayo Po Boide
  • Dulohupa

[sunting] Senjata tradisional

[sunting] Sejarah

Gorontalo seperti daerah lainnya di Indonesia pernah lama dijajah oleh Belanda akan tetapi lebih dahulu merdeka ketimbang Indonesia. Gorontalo merdeka pada tahun 1942 ketika penjajah Belanda digantikan oleh Jepang. Pada tanggal 23 Januari 1942 itulah Gorontalo merdeka dengan perjuangan rakyat bersama tokoh pejuang heroiknya, yaitu Nani Wartabone dan Kusno Danupoyo.[rujukan?]

[sunting] Pra-Kolonial[8]

Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang.
Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
  • Pohala'a Gorontalo
  • Pohala'a Limboto
  • Pohala'a Suwawa
  • Pohala'a Boalemo
  • Pohala'a Atinggola
Pohala'a Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol di antara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

[sunting] Zaman Kolonial[8]

Raja Gorontalo, assistent-resident dan kepala adat (foto oleh Hendrik Veen, 1874)
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu
  • Onder Afdeling Kwandang
  • Onder Afdeling Boalemo
  • Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
  • Distrik Kwandang
  • Distrik Limboto
  • Distrik Bone
  • Distrik Gorontalo
  • Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
  • Afdeling Gorontalo
  • Afdeling Boalemo
  • Afdeling Buol

[sunting] Pasca-Kolonial[8]

Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.