Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 11.257,07 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 930,060 jiwa (berdasarkan data pemilihan gubernur tahun 2006), dengan tingkat kepadatan penduduk 83 jiwa/km². Penjabat Gubernur Gorontalo yang pertama adalah Drs. Tursandi Alwi yang dilantik pada peresmian Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001. Tanggal ini selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi Gorontalo hingga sekarang (2010).
Gorontalo | |||
---|---|---|---|
— Provinsi — | |||
| |||
Motto: "Duluo Limo Lo Pohalaa" "Bumi Serambi Madinah" | |||
Peta lokasi Gorontalo | |||
Negara | Indonesia | ||
Hari jadi | 16 Februari 2001 (hari jadi) | ||
Ibu kota | Kota Gorontalo | ||
Koordinat | 0º 0' - 1º 30' LU 120º 50' - 123º 50' BT | ||
Pemerintahan | |||
- Gubernur | Dr. Ir. Gusnar Ismail, M.M. | ||
- DAU | Rp. 461.118.102.000,- (2011)[1] | ||
Luas | |||
- Total | 11.257,07 km2 | ||
Populasi (2010)[2] | |||
- Total | 1.038.585 | ||
- Kepadatan | 92,3/km² | ||
Demografi | |||
- Suku bangsa | Gorontalo (90%) , Mongondow | ||
- Agama | Islam (92%), Kristen, Animisme. | ||
- Bahasa | bahasa Gorontalo, bahasa Indonesia | ||
Zona waktu | WITA | ||
Kabupaten | 5 | ||
Kota | 1 | ||
Lagu daerah | Hulonthalo Lipuu | ||
Situs web | www.gorontaloprov.go.id |
Letak Geografis
Provinsi Gorontalo terletak pada bagian utara Pulau Sulawesi, tepatnya pada 0,19’ – 1,15‘ LU dan 121,23’ –123,43’ BT. Letaknya sangatlah strategis, karena diapit oleh 2 perairan (Teluk Tomini di selatan dan Laut Sulawesi di utara) dan 2 KAPET (Kawasan Ekonomi Tepadu), yaitu: KAPET Bitui, Sulawesi Tengah dan KAPET Bitung, Sulawesi Utara.[sunting] Batas Wilayah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo[3], batas wilayah Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut:- Utara: Laut Sulawesi
- Timur: Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara
- Selatan: Teluk Tomini
- Barat: Kabupaten Parigi Moutong dan Buol, Provinsi Sulawesi Tengah
[sunting] Pemerintahan
[sunting] Kabupaten dan Kota
Provinsi Gorontalo pada awal berdirinya hanya terdiri dari 2 kabupaten dan 1 kota. Namun, setelah adanya pemekaran, Provinsi Gorontalo kini terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, yaitu sebagai berikut:Kabupaten/Kota | Ibukota | Dasar Hukum | Luas (km2) | Persentase |
---|---|---|---|---|
Kabupaten Boalemo[4] | Tilamuta | UU No.50 Tahun 1999 | 2.248,24 | 18,40% |
Kabupaten Bone Bolango[5] | Suwawa | UU No.6 Tahun 2003 | 1.984,40 | 16,25% |
Kabupaten Gorontalo[4] | Limboto | UU No.29 Tahun 1959 | 3.426,98 | 28,05% |
Kabupaten Gorontalo Utara[5] | Kwandang | UU No.11 Tahun 2007 | 1.230,07 | 10,04% |
Kabupaten Pohuwato[6] | Marisa | UU No.6 Tahun 2003 | 4.491,03 | 36,77% |
Kota Gorontalo[4] | - | UU No.38 Tahun 2000 | 64,79 | 0,53% |
[sunting] Kecamatan dan Desa/Kelurahan
Provinsi Gorontalo memiliki 65 kecamatan dan 557 desa/kelurahan yang tersebar di semua kabupaten/kota sebagai berikut.Kabupaten/Kota | Jumlah Kecamatan | Jumlah Desa/Kelurahan |
---|---|---|
Kabupaten Boalemo | 7 | 82 |
Kabupaten Bone Bolango | 17 | 136 |
Kabupaten Gorontalo | 17 | 164 |
Kabupaten Gorontalo Utara | 5 | 56 |
Kabupaten Pohuwato | 13 | 90 |
Kota Gorontalo | 6 | 49 |
[sunting] Daftar Gubernur
No. | Foto | Nama | Dari | Sampai | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|
1. | Tursandi Alwi (Pejabat Gubernur) | 16 Februari 2001 | 12 September 2001 | Dilantik oleh Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja | |
2. | Fadel Muhammad | 12 September 2001 | 17 Januari 2007 | Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MM adalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2001-2006 | |
3. | Fadel Muhammad | 17 Januari 2007 | 21 Oktober 2009 | Pasangan Ir. Fadel Muhammad dan Ir. Gusnar Ismail MM adalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur periode 2007-2012. Ini merupakan periode ke-2 pasangan ini. | |
4. | Ir. Gusnar Ismail, M.M. | 26 Oktober 2009 | 2012 | Diangkat menjadi gubernur karena Fadel Muhammad diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI. |
[sunting] Arti Lambang Daerah[7]
[sunting] Arti Simbol
- Model pohon kelapa yang melengkung: gerak dinamis dan tidak diam, tetapi selalu berbuat untuk masa depan.
- Sayap maleo yang mengembang: dinamika siap untuk tinggal landas dan siap bersaing serta berjumlah 16 helai menandakan tanggal kelahiran Provinsi Gorontalo (16 Februari 2000).
- Buku yang terbuka: keinginan masyarakat untuk untuk siap meraih prestasi dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Iman dan Taqwa secara terus menerus.
- Bintang: cita-cita yang tinggi dan lambang keagamaan.
- Pita: keinginan masyrakat Gorontalo untuk menyerap, merekam, dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Padi dan Kapas: kemakmuran dan kesejahteraan (seperti pada Pancasila).
- Rantai: pengakuan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika serta berjumlah 23 butir melambangkan tanggal 23 Januari.
- Kapas yang berjumlah 19 buah dan padi berjumlah 42 butir melambangkan tahun 1942.
[sunting] Arti Warna
- Biru keunguan: tenang, setia, dan selalu ingin mempertahankan kebenaran dan harapan masa depan yang cerah.
- Hijau: kesuburan.
- Kuning: keagungan dan kemuliaan.
- Putih: kesucian dan keluhuran.
- Merah: keberanian dan perjuangan.
[sunting] Bahasa daerah
Sebenarnya ada banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga bahasa, yaitu bahasa Gorontalo, bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Dalam proses lahirnya bahasa yang ada khusus untuk bahasa daerah adalah bahasa Gorontalo. Saat ini bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh bahasa Indonesia, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh di Gorontalo.[sunting] Media
[sunting] Media cetak
Hingga saat ini ada 2 buah harian/surat kabar yang terbit di Gorontalo, yaitu Gorontalo Post dan Tribun Gorontalo. Beberapa waktu lalu sempat juga terbit Limboto Express, media milik Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang kemudian sudah tidak terbit lagi. Selain itu juga pernah terbit Koran Gorontalo yang juga tidak berumur panjang.[sunting] Rumah adat
- Bandayo Po Boide
- Dulohupa
[sunting] Senjata tradisional
[sunting] Sejarah
Gorontalo seperti daerah lainnya di Indonesia pernah lama dijajah oleh Belanda akan tetapi lebih dahulu merdeka ketimbang Indonesia. Gorontalo merdeka pada tahun 1942 ketika penjajah Belanda digantikan oleh Jepang. Pada tanggal 23 Januari 1942 itulah Gorontalo merdeka dengan perjuangan rakyat bersama tokoh pejuang heroiknya, yaitu Nani Wartabone dan Kusno Danupoyo.[rujukan?][sunting] Pra-Kolonial[8]
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang.
Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
- Pohala'a Gorontalo
- Pohala'a Limboto
- Pohala'a Suwawa
- Pohala'a Boalemo
- Pohala'a Atinggola
[sunting] Zaman Kolonial[8]
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu- Onder Afdeling Kwandang
- Onder Afdeling Boalemo
- Onder Afdeling Gorontalo
- Distrik Kwandang
- Distrik Limboto
- Distrik Bone
- Distrik Gorontalo
- Distrik Boalemo
- Afdeling Gorontalo
- Afdeling Boalemo
- Afdeling Buol
[sunting] Pasca-Kolonial[8]
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar